Pintu



Terlalu lama, aku menunggunya terketuk. Dan aku masih kukuh membiarkannya terkunci. Meretas siang, menunda gelap. Karenanya, aku hanya terduduk dalam lamunan di sebuah kursi usang. Mungkin, suatu hari.. engkau sungkan datang untuk menjengukku atau sedikit merindukanku. Aku sedikit memaksa agar ada sedikit ingatanmu bahwa aku menunggu. Lalu, apa yang hatiku teriakkan terlanjur namamu. Sehingga, tak tahu aku pada angin. Tak kenal aku pada sejuk. Bermimpilah aku, suatu saat kamulah yang akan kubukakan pintunya lalu meregangkan otot pipimu untuk tersenyum. Ku kecup punggung telapak tanganmu. Kupeluk engkau mesra hingga pada nyata sebuah tanya jelas.. “kemana kau selama ini?” aku hanya menghela nafas, pintunya masih.. tertutup, rapat.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sharp, Principal, Diffuse dan Fundamental

Sholat Menangis? Lantas?

Indahnya Kembang Api dan Kimianya