Aku Tahu, Untuk Yang Memanggilmu Penyendiri

Aku tahu, engkau menyimpan sedikit luka yang selalu kau coba umpamakan. Lalu, bersembunyi dari keramaian untuk bertemu dengan hujan yang membasahi kedua pipimu.
Aku tahu, senyum itu sangat sulit engkau tampakkan tetapi engkau coba lakukan untuk pertahanan terhadap sesuatu.
Terlantar atau dilantarkan hanyalah istilah tak penting untuk menjelaskan keberadaanmu pada satu sudut dimana tak ada satupun yang mengindahkan.
Kemudian, engkau berkelana sendiri mencari debu yang mampu menggantungkan lengkung indah pada bibirmu yang tak dimudahkan untuk bertutur.
Kemudian, engkau tertawa sendiri menatap dua orang bocah yang sedang terbahak mengayuh sepedanya.
Kemudian, engkau menangis sendiri saat ada seseorang menepuk pundakmu dan berkata “apa kabar?”
Aku tahu, engkau menunggu di depan. Menatap orang berlalu lalang hanya untuk menanti satu orang diantaranya menoleh kemudian tersenyum padamu.
Engkau hanya mampu berharap pada goresan-goresan kecil pada sebatang pohon.
Atau pada setumpuk tanah yang sempat kau injakkan dan tersenyum di antaranya.
Engkau tidak pernah berani menatap setiap orang, engkau tahu begitu menyakitkannya mendaur kenangan yang kau pernah terlibat ke dalamnya.
Aku tahu,
Engkau selalu mencoba tidak menangis, tapi akhirnya engkau kalah karena luka yang kau simpan tak tegar lagi ditanggung sabar.
Lagi-lagi, engkau berlari
Bagimu, senyuman tak kalah asing dari sapaan. Yang juga berarti, tak kalah berkilau dari mutiara.
karena
Aku selalu tahu
Seseorang yang hanya menanti pelangi, karena tidak pernah dia percaya akan ada matahari setelah bertahun-tahun hujan merintik dari kedua bola matanya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sharp, Principal, Diffuse dan Fundamental

Sholat Menangis? Lantas?

Indahnya Kembang Api dan Kimianya