hope behind the rain
Bagaimana aku melukiskannya.
Sekarang, adalah musim penghujan yang mampu mendinginkan
bumi Lampung. Engkau terlihat lebih sering memandangnya di balik tirai jendela.
Aku tidak mengerti caranya menenangkanmu. Atau sekedar memulai interaksi
denganmu, takut salah, takut tidak benar, taku menyakiti. Tentunya, karena aku
menyayangimu.
Dua tahun berlalu
Hampir setiap detik aku melaluinya bersamamu melewati
tenteram bahkan, repot. Tak jarang, memarahiku, menyuruhku pergi namun kemudian
engkau memelukku, merasa begitu berat beban hidupmu. Aku tidak pernah
menganggapmu lemah. Tapi,
Kali ini, Tuhan.
Kadang aku berharap diberikan kesempatan terlahir kembali
sebagai seseorang yang mampu membaca pikirannya, mengetahui seluk beluk isi
hatinya.
Aku tidak pernah sekeras ini memandang remeh diriku.
Aku paham benar rasanya kesepian, yang sangat membunuhku..
di saat semua orang pergi meninggalkan hidupku, melalaikan satu kebahagiaan
dari seseorang sepertiku tapi rasanya aku terlalu melankolis. Apa kabar, dia?
Yang selalu menungguku pulang, termenung di bawah hujan, menanti cerita hangat diriku yang
kadang ku karang hanya untuk dapat beinterak si dengannya. Aku tak kaget,
kadang ku menangis sendiri mengkhawatirkannya. Mencari masalah apa yang bisa ku
lakukan agar ia mau berbicara denganku. Tuhan, terlalu lama dia sendiri..
Tuhan, aku tahu tidak pernah lelah dia bercakap denganMu.
Kali ini, biarkan aku menyela dan berada satu posisi dengannya.
Ya Allah, karuniai dia seorang putera, sudah terlalu lama
dia menunggu. Sudah terlalu lama, yang dia lakukan hanya menunggu dan yang
ditunggu hanyalah kodratMu menjadikan dia tua. Ya Allah, aku ingin melihat
senyumnya di setiap hari, di berbagai kesempatan. Izinkanlah ya Rabb.
Bukan aku tak mau, tapi Engkau sudah memberikanku malaikat
lain di kampung halaman sana. Selagi aku hidup, bolehkah ada nama lain yang ku
harap Engkau bahagiakan, Tuhan?
Kali ini, aku sisipkan satu nama..
Bule Herni, I love you. Selamat hari Ibu.
Komentar
Posting Komentar